Pentingnya Mengenal Karakteristik Kawasan Permukiman Informal di Era Disrupsi Pandemi Covid-19 (Studi Kasus Pesisir Kota Bandar Lampung)

04 Feb 2022

Oleh: Warid Zul Ilmi

Ketahanan pada umumnya dilihat sebagai konsep yang lebih luas dibandingkan kapasitas dan kerentanan. Berbagai unsur atau lapisan ketahanan dibutuhkan untuk menghadapi berbagai tekanan dan stress. Fokus pada ketahanan berarti lebih menekankan pada apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk diri sendiri dan memperkuat kemampuan mereka, dari pada berfokus pada kerentanan mereka terhadap bencana atau kebutuhan mereka dalam keadaan darurat (Twigg, 2007), untuk beradaptasi dari berbagai perubahan yang terjadi pada fisik lingkungan dan sosial kependudukannya (Bhoite, et al., 2014), yang dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya melalui berbagai masalah dan peristiwa yang mengancam, merusak, atau berupaya menghancurkannya (prasad, et al., 2009).

Sedangkan pada konsep ketahanan kota ini seiring berjalan dengan Undang-Undang №26 Tahun 2007 tentang penataan ruang yang menjelaskan bahwa menyelenggarakan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional yang dengan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang (Kementerian ATR/BPN, 2007). Melalui penguatan lokal kapasitas dalam hal perumahan, infrastruktur, dan kesiapsiagaan bencana adalah salah satu mekanisme yang ditunjukkan untuk meningkatkan ketahanan perkotaan dan kapasitas adaptif kota terhadap ancaman di era disrupsi saat ini.

Disrupsi adalah suatu kondisi normal yang dengan cepat dapat berubah secara fundamental dan mengganggu kehidupan yang ada didalamnya. Dalam hal ini disrupsi diartikan pada guncangan dan tekanan yang terjadi di suatu kota. Guncangan dan tekanan inilah yang seharusnya menjadi respon cepat yang dilakukan sebuah kota untuk dapat bertahan dan pandemi covid-19 inilah yang disebut sebagai tekanan. Sehingga dalam pembangunan ketahanan kota, sistem-sistem kota harus dirancang agar berfungsi sedemikian rupa untuk mampu merespon dan beradaptasi dengan lebih baik terhadap segala kemungkinan perubahan yang terjadi akibat pandemi, termasuk sistem tata ruang kota.

Kawasan informal di pesisir Kota Bandar Lampung memiliki karakteristik kawasan pinggiran yang kumuh dan liar, dengan permukiman orang-orang miskin di pinggiran sungai dan pemukiman nelayan yang berada di atas laut yang terus mengakresi secara ilegal akibat timbunan sampah. Permukiman informal ini memenuhi sepanjang area pantai bahkan menjorok dari tepi laut di kedalaman 10–50 meter yang sudah berlangsung selama 20 tahun ke belakang (Taylor, 2010). Permukiman tersebut terus berkembang seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, terhitung sejak tahun 2018 telah mencapai satu juta penduduk dan terus bertambah sampai saat ini dengan angka rata-rata pertumbuhan 6% per tahun (BPS, 2020). Konsentrasi penduduk yang terus meningkat tidak diimbangi dengan ketersediaan jumlah lahan, yang pada akhirnya lahan-lahan ilegal menjadi pilihan, terutama mereka memang yang sudah bertempat tinggal pada kawasan tersebut secara struktural. Harga lahan yang terus meningkat juga membuat masyarakat berpenghasilan rendah memilih untuk bertempat tinggal di lahan-lahan ilegal (Ilmi, W. Z., Asbi, A. M., & Syam, T, 2021). Lahan sengketa perusahaan hasil reklamasi juga mereka gunakan dalam bertempat tinggal yaitu kawasan ilegal yang sebenarnya sudah diatur dalam Rencana Tata Ruang baik RTRW Kota maupun RZWP3KP Provinsi dalam mengakomodasi penggunaan lahan yang tetap saja pelanggaran dan alih fungsi lahan secara tidak bijak terjadi secara signifikan, akibatnya membuat kawasan tersebut semakin padat (Ilmi, W. Z., Asbi, A. M., & Syam, T, 2021).

1.png

2.png Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2020 (Permukiman Informal di Atas Laut dan Lahan Sengketa hasil Reklamasi)

Karakteristik pemukiman yang padat dengan penghuni rumah yang bisa lebih dari dua keluarga membuat rumah tidak nyaman untuk ditempati saat siang karena terasa panas dan pengap dengan sirkulasi udara yang seadanya, sehingga masyarakat lebih memilih untuk pergi keluar rumah dan beraktivitas seperti biasa. Permukiman yang padat, jalan yang sempit, drainase yang buruk dan lingkungan yang jauh lebih rentan menjadi masalah yang umum terjadi di kawasan tersebut. Penataan ruang pesisir memang menjadi pekerjaan rumah yang seolah tidak pernah selesai, dan pada saat pandemi seperti ini membuat masalah tersebut semakin memburuk karena karakteristik permukiman yang padat sangat rentan menjadi sumber penyebaran virus Covid-19.

3.png

4.png Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2020 (Kondisi Pasar Tradisional beserta Aktivitas nya)

Pandemi Covid-19 menjadi pelajaran untuk meningkatkan penanganan kerentanan kota terhadap suatu tekanan dan harus disertai pengenalan karakteristik suatu kawasan, seperti yang terjadi pada kawasan permukiman informal yang di dalamnya terdapat kelompok masyarakat rentan perkotaan yang memiliki kesempatan lebih besar untuk terdampak. Upaya yang dapat dilakukan justru bukan hanya pada saat terjadi bencana, melainkan sebelum terjadinya bencana. Salah satu cara adalah memaksimalkan kembali peran tata ruang untuk melakukan penataan ruang pesisir dengan lebih tegas, berdasarkan peraturan perundangan, kebijakan dan standar yang telah ditentukan, ditambah dengan berbagai pendekatan dari perubahan-perubahan adanya pandemi Covid-19, seperti jarak antar bangunan, tinggi bangunan, pembuatan embung dan ruang publik pada satu kawasan dengan luas tertentu. Langkah-langkah tersebut dilakukan dalam rangka pemenuhan perumahan perkotaan dengan rumah layak huni dan lingkungan yang sehat untuk merespons berbagai pandemi lainnya yang terjadi di masa depan.

Referensi Badan Pusat Statistika. (2020). Kota Bandar Lampung Dalam Angka Tahun 2019. Bandar Lampung: BPS.

Bhoite, S., Kieran , B., Cook, S., Diaz, S., Evans, V., Fernandez, A., Tonking, F. (2014). City Resilience Framework. London WIT 4BQ: ARUP.

Kementerian ATR/BPN. (2007). Indonesia Spatial Planning Act.

Prasad, N., Ranghieri, F., Shah, F., Trohanis, Z., Kessler, E., & Sinha, R. (2009). Climate Resilient Cities A Primer on Reducing Vulnerabilities to

Disasters. Washington, DC 20344: World Bank.

Taylor, J. (2010). Community Based Vulnerability Assesment Semarang and Bandar Lampung, Indonesia. Semarang and Bandar Lampung: ACCCRN and Mercy Corps.

Twigg, J. (2007). Characteristics of a Disaster-resilient Community A Guidance Note. London Hazard Research Centre: UCL.

Ilmi, W. Z., Asbi, A. M., & Syam, T. (2021). Identifikasi Karakteristik Kawasan Informal Pesisir Kota Bandar Lampung dan Kerentanan terhadap Dampak Perubahan Iklim (Studi Kasus : Kelurahan Kota Karang dan Kangkung). Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, 17(2), 149–167. https://doi.org/10.14710/pwk.v17i2.33130

**Warid Zul Ilmi adalah seorang perencana kota yang bekerja sebagai Tim Percepatan Bupati di Kabupaten Kendal. Penulis dapat dihubungi melalui [email protected]